TENTANG FILSAFAT HIDUP (2)

“Bagaimana kita bisa mengendalikan diri, jika kita tidak mengetahui jati diri kita (Soeharto, 1995)”

“memang pada dasarnya hidup adalah Pilihan. Termasuk memilih apakah lisan ini akan digunakan untuk mengeluh atau menggunakan lisan ini untuk menebar semangat dan kebaikan”

Sudah delapan tahun (sejak 2004) Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono menjadi Presiden Republik Indonesia. Beliau adalah Presiden ke enam (6) di Negara Pancasila ini, berturut-turut dari Bapak Soekarno (1), Bapak Soeharto (2), Bapak B.J Habibie (3), Bapak Abdurahman Wahid (4) dan Ibu Megawati Soekarno Putri (5). Beliau merupakan Presiden dengan masa jabatan terlama dalam era reformasi ini, sampai sekarangpun pemerintahannya masih berjalan.

Dari tujuh tahun (dua periode) Beliau memimpin, saya rasa sudah membawa banyak kemajuan bagi bangsa Indonesia, dari pemberantasan korupsi, pendidikan, dan demokrasi. Akantetapi tentunya juga masih ada kekurangan dalam memimpin bangsa yang majemuk ini.

Bagi saya, ada satu hal yang kurang dari sosok Beliau sebagai seorang Presiden (sebagai Pemimpin Tertinggi Republik ini, sebagai Pemimpin seluruh masyarakat Indonesia). Hal tersebut adalah Beliau hampir tidak pernah menyampaikan mengenai FALSAFAH HIDUP Beliau. Akantetapi, sepertinya Beliau lebih sering Curhat di media mengenai masalah-masalah yang sedang Ia Hadapi.

Falsafah Hidup kurang lebih berarti pandangan hidup seseorang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Atau kurang lebih bermakna sebuah nilai yang dipegang teguh dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan daripada hidupnya. Sebagai seorang Pemimpin, mempunyai sebuah Falsafah Hidup adalah wajib hukumnya. Dan tidak hanya diamalkan bagi dirinya sendiri, akantetapi mengajak rakyatnya/anak buahnya untuk melaksanakan dan mengamalkan apa yang menjadi Falsafah hidupnya.

Berkaca dari Orde Baru

Pada tahun 1990an, Indonesia sudah memasuki puncak kejayaannya, ketika Indonesiasudah benar-benar dalam keadaan gemah ripah lohjinawi, tuwuh kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku, tata tentrem karto rahardjo.

Ketika itu pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai enam sampai tujuh persen per tahun. Padahal, pada tahun 1965 inflasi mencapai 650 persen setahun, harga-harga naik 6,5 kali. Tahun 1990an tersebut inflasi hanya dibawah 10 persen, dan akan terus ditekan sampai tahun 1995an.

Pendapatan perkapita juga naik menjadi 10 kali lipat, menjadi 720juta Dolar AS/tahun. Nilai ekspor juga mencapai 36,5 milyar dollar AS (dari migas dan nonmigas (bahkan nonmigas lebih besar daripada migas (manufakturing, dan pertaninan). Sejak tahun 1984 pun sampai dengan penduduk berjumlah 190 juta orang lebih, Indonesia mampu berswadaya pangan. Dalam urusan pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan pun juga mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. Sungguh prestasi yang luar biasa hebatnya.
Ketika itu, Presiden Soeharto selalu mengajak kita semua untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dan, kunci sukses dari pengamalan Pancasila (pembangunan), kesuksesan-kesuksesan yang sudah diraih dan pembangunan manusia seutuhnya di Indonesia adalah “pengendalian diri, dan pengendalian diri akan berhasil bila kita tahu jati diri”. Itulah falsafah asli Indonesia, yakni Ilmu Kasunyatan dan Sangkan Paraning Dumadi.

Menurut Beliau, Pembangunan adalah pengamalan dari Pancasila. Kunci pengamalan Panasila adalah pengendalian diri. Orang tidak akan bisa mengendalikan diri, bila tidak tahu jati dirinya. Jadi, kita harus tahu jati diri kita, siapa kit dan darimana kita berasal.
Pengenalan jati diri itu juga bisa dikaitkan dengan ilmu hasta brata, yakni ilmu melihat manusia dari sifat alam ini. Sifat alam ini dilihat dari watak samudra, samirono (angin), kismo (bumi), chandra (bulan), surya (matahari), kartika (bintang), tirto (air) dan dahana (api). Dan sifat-sifat alam yang baik tersebut harus dimiliki oleh setiap Pemimpin, begitulah yang selalu disampaikan Presiden ke-2 Republik Indonesia ini.
Dari ilmu kasunyatan dan sangkan paraning dumadi yang dituiskan diatas, juga dilihat bahwa manusia tidak terlepas dari tiga alam, yakni 1. alam purwo, 2. alam madya dan 3. alam wasono. Alan purwo adalah kehidupan di dalam kandungan, sembilan bulan 10 hari. Alam madya adalah kehidupan di dunia ini yang tidak lama. Untuk hidup lebih lama dan lebih bahagia lagi adalah kehidupan di alam wasono. Bekal untuk hidup bahagia di alam wasono adalah amal baik di alam madya.

Ya, itulah nilai-nilai dan Falsafah hidup yang selalu dipegang teguh oleh Bapak H. M. Soeharto yang selalu diaplikasikan dalam kehidupannya, serta mengajak rakyatnya untuk melaksanakannya juga. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan ada 3 falsafah yang disampaikan Pak Harto dalam pembukaan Perkumpulan dalang-dalang se Indonesia tahu 1995, yakni;
1. kita harus mempunyai sifat Hasta Brata
2. kita harus bisa mengendalikan diri kita dengan cara mengetahui jati diri kita (Sangkan Paraning Dumadi).
3. Melaksanakan Ilmu Kasunyatan (memahami secara mendalam akan sebuah kehidupan).
Sebenarnya, sangat banyak falsafah hidup yang menjadi pegangan Pak Harto dan juga sering dismpaikan kepada rakyatnya. Diantaranya adalah;
1. Sadhumuk Bathuk Sanyari Bumi, Den Lakoni Taker Pati.
2. Ojo Gumunan, Ojo Kagetan lan Ojo Dumeh.
3. Mikhul Nduwur Mendem Njero

Ya, memang pada dasarnya hidup adalah Pilihan. Termasuk memilih apakah lisan ini akan digunakan untuk mengeluh atau menggunakan lisan ini untuk menebar semangat dan kebaikan.
Semoga bermanfaat.

Tinggalkan komentar